Temurun, Horror Thriller Pertama Sinemaku Pictures

  Gembelgaul.com - Temurun merupakan film karya perempuan sutradara muda Inarah Syarafina merupakan film horor perdana bagi Sinemaku Pictures yang telah sukses dengan dua film drama “Kukira Kau Rumah” dan “Ketika Berhenti di Sini.” Film “Temurun” juga menjadi film panjang debut bagi Inarah. Dalam teaser berdurasi satu menit tersebut menampilkan pemeran utama Yasamin Jasem dan Bryan Domani. Dewi (Yasamin Jasem) diperlihatkan selalu berada di dalam rumah, mengalami berbagai teror dari sosok perempuan misterius. baca juga : Siksa Kubur sebuah anomali agama yang ingin dibuktikan Sementara itu, Sena (Bryan Domani) terlihat seperti sedang menginvestigasi sesuatu yang masih menjadi misteri baginya. Di teaser tersebut juga disajikan adegan-adegan mencekam mulai dari peristiwa orang-orang yang digantung, hingga Dewi yang disekap dan terkapar di antara potongan daging. Selain menampilkan Yasamin Jasem dan Bryan Domani, teaser juga menampilkan Kiki Narendra dan Jajang C. Noer. “Sudah

Rayakan Valentine, House Of Sampoerna Gelar Pamer Lukisan "Love Talk"

Rayakan Valentine, House Of Sampoerna Gelar Pamer Lukisan "Love Talk" 


Gembelgaul.com Ini memang tahun politik tapi sebentar lagi moment hari kasih sayang maka mari kita bicara "Love Talk". Tema itu yang digagas House Of Sampoerna(HOS) dalam pameran lukisan dari sepasang suami-istri yaitu Made Arya Dwita Dedok dan Grace Tjondronimpuno, seniman asal Magelang-Bali ini. Karya mereka sebanyak 35 buah baik 2 atau 3 dimensi lukisan "Love Talk" ini akan dibuka secara umum pada tanggal 15 Februari sampai 9 Maret 2019, pengunjung bisa nikmati secara gratis visual art exhibition ini di galeri Paviliun House of Sampoerna di jl Taman Sampoerna 6 di belakang bekas penjara bersejarah Kalisosok. 

Kedua suami istri ini menggambarkan lika-liku hidup dalam cinta dalam teknik kartunal yang dipengaruhi budaya dari kedua seniman dari budaya peranakan Cina-Jawa dan Bali. Penggambaran tersebut terlihat pada karya Dedok dalam bentuk lukisan "We're Together and Harmoni". Disini Dedok menuangkan dalam perwujudan dua manusia berkepala pohon. Selaras dengan Dedok, Grade menjabarkan relasi ikatan cinta yang lebih universal dalam sapuan di kanvas yang diberi judul " Living Live ini Peace". Didalamnya divisualisasikan dalam bentuk manusia dari berbagai ras dan budaya.

Karya kedua sejoli juga dikomentari oleh I Gede Arya Sucitra-Dosen FSR ISI Yogyakarta yang merupakan kampus almamater Dedok dan Grace pada angkatan 1991 dulu."Menilik dan memperbincangkan karya mereka berdua maka secara harfiah visual bisa dicerna sebagai relasi daya hidup cinta yang dalam dan menyentuh. Jika dalam filsafat cinta dari Erich Fromm maka konseptual dilarutkan dalam pemikiran Dedok dan Grace bahwa esensi cinta itu adalah jerih payahnya untuk sesuatu atau menumbuhkan. Maka inilah karya mereka jadi maha karya dari esensi cinta itu sendiri," jelas I Gede Arya Sucitra masih adik kandung Dedok.

Jika saat melihat sekeliling galeri yang digelar karya Dedok dan Grace ini terlihat perbedaan mereka dalam mengolah kuas kanvas. Jika filsuf Heidegger menyebut seni mempunyai dasar poiesis yang berarti menampilkan, membuat tampak dan berwujud. Maka kedua menampakkan hal yang berbeda satu sama lainnya tapi dalam esensi cinta itu sendiri.

Dedok lebih dipenuhi dengan interaksi simbolik mulai dari gambar hati, sapi, barong, merpati, pohon dan gesture manusia.Lika-Liku cinta di panorama kehidupan sehari-sehari dan positifnya cinta kasih terhadap sesama maupun lingkungan alam dan makhluk didalamnya. Dedok sering bersentuhan kebudayaan dan kearifan lokal Bali seperti spirit tarian dan seni Barongan.

"Bahasa cinta saya adalah menuangkan karya lukisan yang mampu memberikan energi positif dan menginspirasi banyak orang untuk saling menguatkan akan cinta," ujar Dedok pernah meraih penghargaan Asian Artist Fellowship 2008/2009.

Berbeda dengan suaminya, Grace lebih detail dalam hal keteraturan dan penataan dalam figur-figur kecil dengan aksentuasi yang gemerlap, cerah dan kadang glamour. Warna cerah dan pastel banyak menghiasi lukisannya, Grace lebih tertarik menempatkan relasi ikatan cinta manusia lebih universal melintasi suku, ras dan negara."Warna-warna cerah itu menandakan optimis dan aura positif. Saya ingin menyampaikan pesan cinta secara universal tanpa ketegangan dan mampu menikmati pesan didalamnya," jabar Grace yang pernah mengikuti residensi di Vermont Studio Center-Amaerika pada tahun 2007 kemarin.



Komentar